Mangkutana, Batarapos, - Lahan sengketa PT. Sindoka yang di klaim sebagai lahan yang diterlantarkan sebagian besar telah di kuasai masyarakat, hingga lahan tersebut sempat viral yang dijuluki sindoka berdarah.
Pasca kejadian itu, kondisi di lahan ini kembali tenang, bahkan pemerintah telah merekomendasikan pembebasan lahan seluas 700 hektar namun kembali ditolak masyarakat yang saat itu di sosialisasikan di aula kantor camat mangkutana.
Baca Juga :
- Gandeng Mitra Kerja, DP2KB Lutim Gelar Baksos Pelayanan KB
- Video : Pasca Pecat Aparatnya, Kantor Desa Wonorejo Tampak Sepi
- Antusias Siswa SD 160 Sidotepung, Dihari Pertama Masuk Sekolah
- IKA SMP Mangkutana Ikut Ramaikan HUT RI Ke-74
- Wabup Irwan Dampingi Dirjen Kementerian LHK RI Pantau Limbah PT. Vale
- Husler Hadiri Perayaan Odalan Umat Hindu di Kalaena
Kini kembali beredar isu bahwa banyak orang baru yang membuka lahan dan berkebun di lokasi tersebut, tak tanggung-tanggung warga luar Luwu Timur pun terdapat berkebun di lokasi sengketa PT. Sindoka.
Kehadiran orang baru berkebun di lokasi tersebut, diduga melalui transaksi jual beli atau dengan pengalihan kata yakni ganti rugi.
Beredar pula isu, bahwa orang baru yang memperoleh lahan harus mengeluarkan uang mulai dari 10 juta hingga 15 juta tergantung kondisi lahan.
Hasil penelusuran batarapos dilahan tersebut menemukan pengakuan dari penggarap kebun, bahwasanya sudah sekitar 50-an hektare lahan yang dikuasai oleh orang baru khusus di satu hamparan di wilayah Desa Kasintuwu, yang menurut sumber semua itu dibayar kepada oknum mulai kisaran 10 juta hingga 15 juta per hektar nya.
Kamaruddin Baka salah satu pegiat LSM yang juga memiliki lahan di lokasi tersebut, namanya sempat disebutkan sebagai salah satu orang yang mengakses orang baru untuk berkebun di lokasi tersebut.
Saat di konfirmasi, Kamaruddin yang akrab di sapa Kama, membantah keras namanya disebut sebagai salah satu dari sekian orang yang mengakses orang baru untuk berkebun, ia berdalih jika dirinya tidak perna melakukan transaksi jual beli, namun menurutnya, yang sering terjadi di lokasi tersebut hanya transaksi ganti rugi.
"Saya tidak perna jual lahan di lokasi itu, kalau ada yang tuduh saya, mana buktinya, tentukan yang namanya jual beli harus ada hitam diatas putih (kwitansi), kalau ada itu saya siap bertanggung jawab, hukum sekarang tidak membenarkan kata kata, yang ada hukum itu melihat bukti hitam diatas putih, kalau ganti rugi memang terjadi di sini, tapi ganti rugi tanaman bukan lahan" bantahnya
Disinggung soal lahan yang tidak memiliki tanaman yang juga dikuasai oleh orang baru, Kama hanya menjawab "kalau itu saya tidak tahu" jawabnya.
Laporan : HS
Editor : Astri