Baca Juga :
Makassar Batara Pos,
Melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI Negara akan segera membayar ganti rugi pembebasan lahan Tol Reformasi Makassar sebesar Rp.9.024.382.500 kepada ahli waris Intje Koemala namun sebelumnya harus menunggu penjelasan Ketua Mahkamah Agung RI hingga saat ini atas putusan-putusan yang telah dikeluarkan.
Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat telah mengirim surat dengan Nomor : HK.04.03-Mn/718, pertanggal 9 Agustus 2016 kepada Ketua Mahkamah Agung RI guna meminta kejelasan putusannya, isi dari surat tersebut juga menyebutkan objek sengketa tersebut terdapat dua pihak yang mengaku sebagai ahli waris Intje Koemala yaitu : Intje Koemala versi Chandra Taniwijaya cs (Intje Koemala keturunan China) dan Intje Koemala versi Intje Baharuddin cs (Intje Koemala keturunan Melayu) Adapun putusan yang dimaksudkan adalah Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor : 184 /Pdt/.G/2001/PN.Mks jo Mahkamah Agung RI Nomor : 3287 K/PDT/2003 jo Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 117 PK/Pdt/2009 yang dimenangkan oleh Chandra Taniwijaya (Versi China).
Selanjutnya putusan Pengadilan Negeri Makssar Nomor : 190/Pdt.G/2003/PN.Mks jo Putusan Pengadilan Tinggi Makassar Nomor : 185/PDT/2005/PT.Mks jo Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 1388 K/PDT/2006 jo Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 45 PK/Pdt/2008 jo Putusan MahkamahAgung RI Nomor : 266 PK/Pdt/2013 yang dimenangkan oleh Ince Baharuddin (Versi Melayu).
Selain itu melalui surat ini Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat RI sebelumnya juga mengirimkan surat dengan Nomor : HK 04-01-BS/38 tanggal 13 Januari 2012 perihal permohonan penjelasan kepada Ketua Pengadilan Negeri Makassar, yang kemudian dibalas melalui surat Ketua Pengadilan Negeri Makassar Nomor : w22-U1/722/HPDT/III/2012 tanggal 12 Maret 2012 yang pada intinya menjelakan bahwa perkara ganti rugi pada putusan-putusan tersebut diatas adalah tidak jelas kepada siapa seharusnya ganti rugi dibayarkan.
Muhammad Ompo Massa, SH Kuasa Hukum Ince Baharuddin dan Ince Rahmawati membenarkan surat tersebut, 16/5/2017 mengatakan awal diajukannya gugatan ini karena adanya SK Walikota yang telah diverifikasi melalui panitia 9 menetapkan besarnya uang ganti rugi, luasnya tanah yang akan diganti rugi, dan letak tanah yang akan diganti rugi, tetapi karena muncul dua kubu mengaku ahli waris Intje Koemala maka pertanyaannya adalah siapa ahli waris Intje Koemala ? "Perlu digaris bawahi semua pihak tidak ada yang mempermasalahkan kepemilikan Intje Koemala" papar Ompo.
Menurutnya dapat dilihat jawaban pertanyaan siapa ahli waris Intje Koemala yakni ada pada perkara Putusan Pengadilan Negeri Makssar Nomor : 190/Pdt.G/2003/PN.Mks dan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 45 PK/Pdt/2008. Memang Chandra Taniwijaya (Versi China) menang pada Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor : 184 /Pdt/.G/2001/PN.Mks jo Mahkamah Agung RI Nomor : 3287 K/PDT/2003 jo Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 117 PK/Pdt/2009 sebagai putusan kemenangan yang dimilikinya. Namun dalam putusan tersebut didalamnya tidak terdapat Ince Baharuddin sebagai lawannya atau tidak pernah mengalahkan Ince Baharuddin, sementara dalam perkara Ince Baharuddin dengan Putusan Pengadilan Negeri Makssar Nomor : 190/Pdt.G/2003/PN.Mks dan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 45 PK/Pdt/2008, terdapat nama Taniwijaya (versi China) yang dikalahkan oleh Ince Baharuddin.
"Maka sebelumnya jika benar Negara telah membayar kepada ahli waris Intje Koemala dan bukan ahli waris sah Intje Koemala yang ditetapkan secara hukum berarti pembayaran itu salah bayar" jelasnya. Ince Baharuddin (Versi Melayu) dalam hal ini tidak mengetahui adanya pembayaran ganti rugi lahan oleh Negara saat itu kepada Taniwijaya (Versi China), yang diketahuinya adalah Negara akan segera membayar ganti rugi terhadap lahan proyek tol reformasi makanya Ince Baharuddin (Versi Melayu) memasukkan berkas, dan keputusan Wali Kota Makassar saat itu adalah mempersilahkan kedua belah pihak menempuh jalur hukum hingga saat ini. "Saat ini telah keluar keputusan dan keputusan tersebut merupakan keputusan berkekuatan hukum tetap" tambah Muhammad Ompo SH. (Zul)